Rabu, 05 Februari 2014

SEJARAH TARI REMO

Asal-usul

Tari Remo berasal dari Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Tarian ini berasal dari kecamatan Diwek Di desa Ceweng, tarian ini diciptakan oleh warga yang perprofesi sebagai pengamen tari di kala itu, memang banyak profesi tersebut di Jombang, kini Tarian ini pada awalnya merupakan tarian yang digunakan sebagai pengantar pertunjukan ludrukTari Remo gaya perempuan.




. Namun, pada perkembangannya tarian ini sering ditarikan secara terpisah sebagai sambutan atas tamu kenegaraan, ditarikan dalam upacara-upacara kenegaraan, maupun dalam festival kesenian daerah. Tarian ini sebenarnya menceritakan tentang perjuangan seorang pangeran dalam medan laga. Akan tetapi dalam perkembangannya tarian ini menjadi lebih sering ditarikan oleh perempuan, sehingga memunculkan gaya tarian yang lain: Remo Putri atau
Menurut sejarahnya, tari remo merupakan tari yang khusus dibawakan oleh penari laki – laki. Ini berkaitan dengan lakon yang dibawakan dalam tarian ini. Pertunjukan tari remo umumnya menampilkan kisah pangeran yang berjuang dalam sebuah medan pertempuran. Sehingga sisi kemaskulinan penari sangat dibutuhkan dalam menampilkan tarian ini.
Berdasarkan perkembangan sejarah tari remo, dulunya tari remo merupakan seni tari yang digunakan sebagai pembuka dalam pertunjukan ludruk. Namun seiring berjalannya waktu, fungsi dari tari remo pun mulai beralih dari pembuka pertunjukan ludruk, menjadi tarian penyambutan tamu, khususnya tamu – tamu kenegaraan. Selain itu tari remo juga sering ditampilkan dalam festival kesenian daerah sebagai upaya untuk melestarikan budaya Jawa Timur. Oleh karena itulah kini tari remo tidak hanya dibawakan oleh penari pria, namun juga oleh penari wanita. Sehingga kini muncul jenis tari remo putri. Dalam pertunjukan tari remo putri, umumnya para penari akan memakai kostum tari yang berbeda dengan kostum tari remo asli yang dibawakan oleh penari pria.

Tata Gerak

Karakteristika yang paling utama dari Tari Remo adalah gerakan kaki yang rancak dan dinamis. Gerakan ini didukung dengan adanya lonceng-lonceng yang dipasang di pergelangan kaki. Lonceng ini berbunyi saat penari melangkah atau menghentak di panggung. Selain itu, karakteristika yang lain yakni gerakan selendang atau sampur, gerakan anggukan dan gelengan kepala, ekspresi wajah, dan kuda-kuda penari membuat tarian ini semakin atraktif. SANDAL

Tata Busana

Busana dari penari Remo ada berbagai macam gaya, di antaranya: Gaya Sawunggaling, Surabayan, Malangan, dan Jombangan. Selain itu terdapat pula busana yang khas dipakai bagi Tari Remo gaya perempuan.

Busana gaya Surabayan

Terdiri atas ikat kepala merah, baju tanpa kancing yang berwarna hitam dengan gaya kerajaan pada abad ke-18, celana sebatas pertengahan betis yang dikait dengan jarum emas, sarung batik Pesisiran yang menjuntai hingga ke lutut, setagen yang diikat di pinggang, serta keris menyelip di belakang. Penari memakai dua selendang, yang mana satu dipakai di pinggang dan yang lain disematkan di bahu, dengan masing-masing tangan penari memegang masing-masing ujung selendang. Selain itu, terdapat pula gelang kaki berupa kumpulan lonceng yang dilingkarkan di pergelangan kaki.

Busana Gaya Sawunggaling

Pada dasarnya busana yang dipakai sama dengan gaya Surabayan, namun yang membedakan yakni penggunaan kaus putih berlengan panjang sebagai ganti dari baju hitam kerajaan.

Busana Gaya Malangan

Busana gaya Malangan pada dasarnya juga sama dengan busana gaya Surabayan, namun yang membedakan yakni pada celananya yang panjang hingga menyentuh mata kaki serta tidak disemat dengan jarum.

Busana Gaya Jombangan

Busana gaya Jombangan pada dasarnya sama dengan gaya Sawunggaling, namun perbedaannya adalah penari tidak menggunakan kaus tetapi menggunakan rompi.

Busana Remo Putri

Remo Putri mempunyai busana yang berbeda dengan gaya remo yang asli. Penari memakai sanggul, memakai mekak hitam untuk menutup .bagian dada, memakai rapak untuk menutup bagian pinggang sampai ke lutut, serta hanya menggunakan satu selendang saja yang disemat di bahu bahu.

Pengiring

Musik yang mengiringi Tari Remo ini adalah gamelan, yang biasanya terdiri atas bonang barung/babok, bonang penerus, saron, gambang, gender, slentem siter, seruling, kethuk, kenong, kempul, dan gong. Adapun jenis irama yang sering dibawakan untuk mengiringi Tari Remo adalah Jula-Juli dan Tropongan, namun dapat pula berupa gending Walangkekek, Gedok Rancak, Krucilan atau gending-gending kreasi baru. Dalam pertunjukan ludruk, penari biasanya menyelakan sebuah lagu di tengah-tengah tariannya.

TARI YOSAKOI DARI JEPANG

SEJARAH
Festival Yosakoi pertama kali diadakan pada 10 Agustus-11 Agustus 1954 di kota Kochi. Peserta festival waktu itu berjumlah 750 penari yang tergabung dalam 21 kelompok. Sebelumnya, tari Yosakoi pertama kali dipentaskan di muka umum sebagai tari kreasi baru pada Pameran Dagang dan Industri Prefektur Kochi, Maret 1950. Pada penyelenggaraan ke-30 tahun 1984, penari yang ikut serta sudah mencapai 10.000 orang.
Di Sapporo, Hokkaido pada Juni 1992 diadakan Festival Yosakoi Sōran yang pertama. Festival Yosakoi Sōran adalah festival tari Yosakoi yang pertama diadakan di luar Prefektur Kochi. Pada penyelenggaraan pertama, festival di Sapporo sudah diikuti sekitar 1.000 penari dalam 10 kelompok. Sejak ada festival di Sapporo, berbagai festival Yosakoi mulai diselenggarakan di berbagai tempat di Jepang. Total penari di festival Yosakoi Sapporo bahkan melebihi jumlah penari Festival Yosakoi di tempat asalnya. Festival Yosakoi Sōran tahun 2008 menampilkan sekitar 33.000 penari dalam 330 kelompok, dan dihadiri sekitar 2 juta penonton. Festival tari Yosakoi terbesar lainnya diadakan di Sendai (Festival Michinoku Yosakoi), Tokyo (Super Yosakoi), dan Nagoya(Nippon Domannaka Matsuri)

DAFTAR FESTIFAL TARI YOSAKOI

Dari Festival Yosakoi di Prefektur Kochi, Yosakoi telah menjadi salah satu bentuk modern tari musim panas yang ditarikan di berbagai tempat di Jepang, dan bahkan hingga ke luar negeri.
Festival Yosakoi di Surabaya pertama kali diadakan pada tahun 2002 untuk memperingati "Tahun Pertukaran Masyarakat Jepang-ASEAN", yang merupakan bagian dari program sister city antara Kota Kochi dan Kota Surabaya. Sedikit berbeda dengan Yosakoi di Jepang, di Surabaya setiap tim hanya terdiri dari 20 hingga 30 orang penari. Meski kostum dan koreografi tarian diperbolehkan untuk dimodifikasi, namun semua tim diwajibkan menari dengan menggunakan lagu "Yosakoi Bushi" karena keterbatasan waktu festival.
Festival Super Yosakoi di Harajuku, Tokyo
















Asal usul kata Yosakoi adalah Yosakoi (夜さ来い?) yang berarti datanglah kau malam ini. Menurut kisah lain, kata Yosakoi berasal dari seruan para pekerja bangunan ketika membangun Istana Kōchi di masa pemerintahan Yamauchi Katsutoyo (1596-1615). Mereka menyerukan "Yoisho koi, yoisho koi" agar bersemangat ketika mengangkati bahan bangunan.
Kisah cinta zaman Edo (1771-1776) antara aktor kabuki Ikushima Shingorō dan wanita Ōoku bernama Nakaejima diangkat sebagai lagu minyō berjudul "Ejimabushi". Lagu tersebut terkenal di seluruh negeri, dan dijadikan lagu pengiring Bon Odori di Provinsi Tosa (sekarang Prefektur Kochi). Istilah Yosakoi (夜さ来い?) pastinya bukanlah dialek Tosa. Orang Kōchi menyebut malamsebagai ban (?), sementara kiya atau kiiya (来や?) untuk datanglah.
Kemungkinan lain, kata yosari koi (夜さり来い?, datanglah malam ini) asal bahasa Jepang kuno abad ke-9 berubah menjadi yosakoi, dan dimasukkan ke dalam lirik minyō berjudul Yosakoi Bushi.

3 komentar: